"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. " - Rm. 3:23-24
Berbicara porselen, pasti kita teringat negeri Tiongkok. Porselen Tiongkok begitu terkenal dan berharga dikarenakan proses pembuatannya yang sangat sulit dan hasilnya yang begitu indah dan sempurna. Sempurna, karena pada masa itu hanya pihak kerajaan yang dapat menikmati porselen sehingga tidak boleh ada cacat sedikit pun dalam proses pembuatan hingga mencapai hasil maksimalnya. Satu saja kecacatannya, maka sebuah porselen yang mengalami proses pembuatan yang panjang, harus dibuang karena tidak layak diberikan kepada kaisar.
Seperti porselen yang cacat, demikianlah kita. Secara sederhana, dosa berarti “meleset dari sasaran”. Kita semua sudah meleset dari Hukum Allah yang merupakan standar bagi hidup manusia. Pada waktu kita kita tidak mencapai standar tersebut, kita berdosa, kita cacat di mata Sang Pencipta.
Roma 3:23 mengatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Mungkin kita berpikir: “memang betul sih saya berdosa, tetapi apakah sampai separah itukah dosa saya? Saya tidak mencuri, tidak membunuh, tidak berzinah. Saya rajin pergi ke gereja, bahkan saya aktif pelayanan. Saya juga adalah orang yang jujur dan bertanggung jawab di dalam studi dan pekerjaan saya. Orang-orang juga sering memuji saya. Saya merasa hidup saya cukup baik dan diberkati Tuhan. Saya memang orang berdosa, tetapi masih lumayan baik.”
Sebagai orang Kristen, kita mengamini bahwa kita harus hidup semakin serupa dengan Kristus. Kehidupan Tuhan Yesus menjadi standar yang nyata dari Allah kepada kita, dan jangan lupa, Sang Standar kita itu sempurna adanya, tidak bercacat. Jadi, bagaimana mungkin tiap hari kita lalui dan merasa hidup kita ini masih baik-baik saja? Memangnya kita sudah mencapai standar Tuhan? Ketika perilaku kita tidak tepat sedikit saja dari yang seharusnya, kita sudah berdosa. Terlalu banyak kesalahan “kecil” yang menyatakan hidup kita yang meleset dari kesempurnaan. Ketika kebaktian di gereja, kita cuek melihat barang saudara seiman kita yang duduk di depan kita jatuh. Kebiasaan buruk kita menaruh cucian kotor tidak pada tempatnya. Bukankah sikap ketidakacuhan kita ini sudah “tidak tepat sasaran”? Bila kita renungkan, setiap harinya ada banyak hal yang kelihatannya sepele, tapi kemudian tidak kita responi sebagaimana seharusnya, dengan demikian kita sudah berdosa. Lebay? Justru ini menandakan bahwa setiap hari kita tidak lepas dari yang namanya dosa dan kita tidak berdaya akannya.
Namun ayat selanjutnya (Rm. 3:24) mengatakan bahwa oleh kasih karunia, manusia berdosa telah dibenarkan dengan cuma-cuma oleh penebusan dalam Kristus Yesus. Porselen yang cacat dan tidak layak itu pada akhirnya diterima di tangan Sang Raja, hanya karena anugerah. Jadi, bagaimana kita meresponi anugerah ini? Mari kita bersama-sama memohon kepada Tuhan agar kita semakin menyadari betapa cacatnya diri kita, betapa besar anugerah-Nya bagi kita, sekaligus memohon kepekaan dan kekuatan untuk belajar semakin baik dalam melakukan segala sesuatu tepat pada sasaran, sasaran yang ditetapkan Allah bagi kita. (LS)

