Bacaan: Kejadian 25:19-34
Pernahkah Anda melihat seorang anak kecil yang menangis kencang dan bahkan bisa sampai seolah sesak napas gara-gara ia ngotot mau mendapatkan apa yang ia inginkan? Atau mungkin saat kecil, kita sendiri pernah melakukan hal seperti itu karena kita sangat menginginkan barang tersebut. Itulah anak kecil. Dia tidak peduli sekitarnya, dia tidak peduli kesulitan yang sedang dialami orang sekitarnya, dia tidak peduli akibat yang akan terjadi akibat ulahnya, yang ada adalah dia harus mendapatkan apa yang dia mau saat itu juga.
Seperti itulah yang dilakukan oleh Esau. Dia dinamai Esau karena badannya berbulu sejak lahir. Ia seorang pemburu. Sudah pasti badannya kekar dan kuat. Namun mentalitasnya masih seperti seorang anak kecil. Ketika pulang ke rumah dari berburu, karena rasa lapar dan hausnya, ia rela menjual hak kesulungannya demi mendapatkan semangkok sup kacang merah yang sedang dimasak oleh Yakub, adiknya. Terlepas dari cara Yakub yang licik hendak mengambil hak kesulungan kakaknya, apa yang dilakukan Esau sangatlah tidak dibenarkan. Menjual hak kesulungan yang bersifat kekal demi mendapatkan semangkok sup kacang merah yang hanya mengenyangkan perut tidak lebih dari empat jam. Rasa lapar yang masih bisa ditahan, bagi Esau sudah seperti mau mati rasanya. Itulah alasan ia rela melepaskan hak kesulungannya.
Bukankah kita juga sering melakukan hal yang sama seperti Esau? Hal yang bersifat sementara, yang hanya memenuhi kebutuhan sementara, kita anggap lebih berharga dibandingkan dengan hal-hal yang bernilai kekal yang Tuhan percayakan kepada kita. Kita tidak tahan untuk bersabar mendapatkannya. Kita tidak bisa mengontrol diri kita untuk hal-hal yang sementara tersebut. Kita lebih tergiur menerima tawaran teman makan enak di saat yang sama ada kegiatan pelayanan yang Tuhan percayakan kepada kita. Kita anggap pelayanan bisa kapan-kapan sesuai maunya kita. Sedangkan di depan mata kita seolah makanan itu begitu menggiurkan yang sayang untuk dilewatkan. Kita lupa bahwa kesempatan pelayanan bukan kita yang tentukan tetapi Tuhan. Mungkin kita menganggap, “Ah saya sih tidak tergoda dengan makanan enak.” Tetapi bagaimana dengan hal yang lain seperti uang, kedudukan, ketenaran, dan lain-lain? Marilah kita minta belas kasihan Tuhan agar Ia memberikan kita keinginan yang sesuai perkenanan-Nya. (DS)

