Setiap manusia di dunia ini memiliki hak dan kebebasan individu. "Ya kan hal ini sah-sah aja, masa enggak boleh? Toh enggak ada yang dirugikankan? Kalaupun ada masalah, yang tanggung juga cuma saya sendiri aja." Bukankah suara-suara seperti ini sering kali kita dengar, dan kadang-kadang terbesit dalam hati kita atau justru yang sering kita ucapkan? Kita berpikir hal seperti ini lumrah terjadi, tetapi kita sering kali tidak sadar bahwa setiap tindakan memiliki efek samping baik kepada diri maupun orang-orang sekitar kita.
Inilah yang terjadi di 1 Korintus 8. Di dalam teks ini terdapat 2 kubu di Gereja Korintus, yang kuat dan yang lemah. Kemungkinan kelompok yang lemah merasa tidak boleh makan daging yang telah dipersembahkan kepada ilah-ilah. Tetapi kelompok yang kuat dengan jelas mengatakan bahwa tidak ada berhala di dunia ini dan tidak ada Allah lain selain Allah yang Esa. Kebanyakan dari kita pasti akan setuju dengan alasan dari kelompok yang kuat dan Paulus juga setuju. Memang hal ini benar, sepintas doktrin yang dipakai memang benar. Namun, Paulus melihat lebih dalam. Ia melihat kepada motivasi mereka.
Sebenarnya motivasi dari kelompok yang kuat bukanlah untuk membangun sesama saudara seiman. Pengetahuan mereka dipakai untuk membenarkan perbuatan mereka makan daging persembahan. Padahal kalaupun mereka tidak makan daging juga tidak apa-apa. Mengapa mereka memaksakan hak untuk makan daging tersebut? Bukannya tidak apa-apa untuk makan daging? Permasalahannya ialah saat itu daging harganya mahal dan hanya terjangkau untuk yang ekonominya lebih berada. Kebanyakan yang kurang secara ekonomi hanya bisa memakan daging saat kuil (kuil Artemis) mengadakan perayaan tertentu dan membagi-bagikan daging persembahan tersebut. Inilah yang dapat menyebabkan kesalahpahaman bagi mereka yang lemah dan belum terlalu mengerti. Ketika melihat contoh memakan daging persembahan itu, dapat saja mereka menganggap bahwa kehidupan Kristen ternyata tidak sesuci itu, masih boleh beribadah di dalam kuil, dan banyak kemungkinan lainnya. Jika demikian, Paulus berkata, lebih baik dia tidak makan daging lagi selamanya supaya jangan sampai saudara seimannya jatuh!
Mungkin daging persembahan bukanlah masalah besar bagi kita sekarang. Tetapi masih ada hal-hal lain yang dapat berefek menjatuhkan saudara seiman kita. Sering kali tanpa sadar kita terus-menerus membela kebebasan individu kita untuk hal-hal yang bisa menjatuhkan saudara seiman kita. Bahkan kita terus pertahankan dengan pengertian-pengertian dan doktrin-doktrin yang canggih. Saat itu terjadi, bagaimana kita bisa mengasihi orang lain? Bagaimana bisa kita memperhatikan pertumbuhan orang lain? Kita menjadi seperti orang-orang Korintus yang merasa kuat itu, padahal nyatanya kita lemah, bahkan tidak bebas untuk melepas kebebasan kita demi orang lain.
Tetapi, perhatikanlah Kristus. Perhatikan bagaimana Dia tidak mempertahankan apa yang sebenarnya adalah hak dan kebebasan-Nya. Bahkan Dia mati bagi umat-Nya. Dia juga mati bagi saudara seiman kita yang lemah. Dia mati supaya kita semua bebas, termasuk bebas untuk tidak menikmati kebebasan individu kita. Maka itu, marilah kita belajar untuk tidak terus fokus mempertahankan hak dan kebebasan kita, tetapi meneladani Kristus. Marilah kita tidak terus belajar untuk menyangkal diri, merelakan kebebasan dan hak kita, demi orang lain, terlebih demi Kerajaan Allah. (TK)

