Dengarkanlah didikan, maka kamu menjadi bijak; janganlah mengabaikannya. - Amsal 8:33Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. - 2Tim 3:16
Hari gini, hidup sebagai pemuda itu lebih enak dan seru. Kenapa? Ya... coba aja bandingin. Zaman dulu orang tua itu lebih berwenang daripada anak. Guru lebih berwenang daripada anak murid. Sekarang? Kita sebagai anak muda dong yang berwenang. Tinggal ngotot, maka babak ini kita menangkan. Kalau lagi dipuji, telinga kita sangat cepat memanjang. Kalau diocehin, siul-siul pura-pura gak tau aja deh.
Jiwa muda sekarang ini identik dengan “saya harus didengar, didukung, dan dimaklumi”. Akhirnya kita bawa pola ini ke dalam hubungan kita dengan Tuhan. Misalnya saja, mendengar pengkhotbah yang mengkritik sesuatu yang ternyata kita salah, “mendikte” harus melakukan ini dan tidak boleh melakukan itu. Kok rasanya rese banget sih. Alhasil, kita mencari dan hanya mau mendengar kalimat yang terus memacu dan mendukung apa yang sedang kita kerjakan, karena toh menurut saya, yang saya kerjakan ini ga ada salahnya kok. Tidak heran, rasanya tidak ada yang signifikan dari sebuah firman, standar-standar saja dan biasa-biasa saja.
Padahal ingat tidak sih, kalau dari kecil saja, banyak hal yang kita lakukan (yang ternyata salah), harus dikoreksi dan diajar oleh orang tua kita agar tahu bagaimana yang benar? Maka dari sana pengetahuan kita berkembang hingga seusia segini. Apakah kita juga ingat, bahwa Allah Sang Kebenaranlah yang satu-satunya dapat menilai benar/salah perbuatan kita? Apakah kita ingat, bahwa di bawah Firman-Nyalah satu-satunya kita harus tunduk? (PP)

