Allah yang Boros

Devotion

Allah yang Boros

28 February 2022

Kalimat “Allah mengasihi manusia” pasti tidak asing lagi bagi setiap orang Kristen. Namun, kita sangat terbatas dalam memahami definisi dari kata “kasih” tersebut. Kita cenderung memahami kasih berdasarkan kasih yang kita alami dengan sesama manusia lainnya. Kasih antarmanusia dapat berhenti ketika salah satu pihak mengecewakan pihak yang lainnya. Kasih juga dapat pupus ketika bertepuk sebelah tangan. Kasih dalam diri manusia juga dapat dengan mudah berpaling dari satu objek ke objek lainnya yang dianggap lebih baik. Tetapi, apakah kasih Allah kepada manusia seperti demikian? Tentu saja tidak.

Kasih Allah jauh lebih tinggi dari apa yang bisa kita pikirkan. Allah mengasihi bukan berdasarkan sifat dan perilaku objek kasih-Nya, melainkan karena memang Allah ADALAH kasih. Kasih Allah kepada manusia tidak akan berhenti, bahkan ketika manusia berulang kali mengecewakan Dia. Kasih Allah tidak menjadi pupus, bahkan ketika manusia sering kali memilih untuk menganggap sepi kasih-Nya. Kasih Allah tidak akan pernah berpaling dari manusia, bahkan ketika manusia memalingkan wajahnya kepada ilah-ilah palsu. Allah tetap mengasihi manusia walaupun manusia tidak membalas kasih-Nya itu. Justru pada saat inilah, saat manusia masih melawan dan menolak Allah, Allah menyatakan bukti kasih-Nya kepada manusia melalui kematian Anak-Nya yang tunggal.

Tuhan Yesus Kristus mati di atas kayu salib sebagai wujud kasih Allah kepada manusia. Allah tidak wajib menyelamatkan manusia yang berdosa, dan tidak ada satu hal pun dalam diri manusia yang membuat dirinya layak untuk diselamatkan. Hanya karena Allah sangat “boros” menumpahkan kasih-Nya kepada manusia, maka manusia bisa diselamatkan. Allah tidak pernah pelit untuk menyatakan kasih-Nya melalui topangan dan pemeliharaan tangan-Nya atas seluruh ciptaan ini. Ia menunjukkan kasih-Nya dengan berlimpah kepada setiap manusia, juga kepada mereka yang tidak atau belum percaya kepada-Nya.

Jika Allah begitu boros dengan kasih-Nya, mengapa kita masih begitu kikir dalam membalas kasih-Nya itu? Jika Allah tidak pernah mempersoalkan seberapa banyak kasih-Nya yang sudah dibagikan kepada kita, mengapa kita masih penuh pertimbangan tentang seberapa banyak waktu, tenaga, pikiran, atau uang yang kita berikan untuk Allah dan pekerjaan-Nya di tengah-tengah dunia ini?

Mari kita meresponi kasih Allah yang demikian boros kepada kita dengan benar. Sama seperti anak bungsu yang kembali kepada ayahnya setelah melihat betapa borosnya kasih sang ayah kepada dirinya, biarlah kita juga menerima dan membalas kasih Allah dengan kembali kepada pelukan sang Bapa dan menyerahkan diri kita sepenuhnya untuk mengasihi dan melayani-Nya sampai selama-lamanya. (RP)