Kita mungkin sudah pernah berada dalam kondisi yang merisikokan diri kita. Biasanya, kita akan mundur dan sangat jarang kita akan maju untuk merisikokan diri kita. Hal ini juga dialami oleh banyak orang, sehingga kebanyakan orang bersifat risk-averse (reluctance terhadap risiko, lebih baik tidak ada). Mungkinkah meniadakan risiko dalam hidup ini? Kalau tidak, apa yang harus kita lakukan dan bagaimana kita harus memandang risiko?
Risiko (risk) dapat dilihat sebagai ketidakpastian yang dapat membahayakan diri kita. Jikalau kita diminta terjun ke sungai dari ketinggian 1 meter yang mana kita belum tentu meninggal, kita tetap tidak akan terjun, karena mengandung potensi kebahayaan (risiko). Kita baru akan terjun ke sungai dari ketinggian 1 meter, ketika kita melihat potensi keuntungan (reward) yang cukup besar, misalnya kalau ada orang pedalaman yang sedang mengejar kita dengan tombak dan kita tidak bisa lari lagi kecuali terjun ke sungai. Dalam hal tersebut, meloncat lebih baik dari tidak loncat karena masih ada potensi hidup dibandingkan pasti meninggal. Contoh yang kurang ekstrim adalah perjudian. Perjudian biasanya berpotensi membuat orang kehilangan uang, tetapi ada saat di mana perjudian bisa memberikan uang yang banyak. Hal tersebut cukup untuk membuat orang merisikokan uangnya untuk bermain judi.
Dengan demikian, secara sederhana, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa, “risiko akan diambil oleh manusia kalau reward-nya cukup besar baginya, atau lebih besar daripada kerugiannya.”
False Certainty and False Uncertainty
Masalahnya adalah dasar kepastian dari cara berpikir yang demikian adalah dasar kepastian yang salah. Contohnya, banyak orang yang mengasuransikan kesehatannya, atau bahkan mengasuransikan jiwanya, dengan setiap bulan membayar ke perusahaan asuransi (premi), dengan jaminan bahwa ketika sakit atau meninggal, maka ada uang untuk menanggung. Kebanyakan orang menganggap pasti asuransi tidak akan gagal tanpa mengetahui bahwa perusahaan asuransi yang besar pun bisa dan pernah gagal. Masih banyak yang manusia bergantung pada sesuatu yang kesannya pasti, tetapi sebenarnya jauh dari pasti. Contohnya adalah pekerjaan yang layak (tidak mungkin dipecat), rumah yang mewah (tidak mungkin digusur atau dijual), uang yang banyak (tidak mungkin dicuri, terkena inflasi, ditipu) dan lain-lain, menjadi contoh di mana yang tidak pasti dianggap sebagai pasti. Kita lupa bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat, dan bahwa sesuatu terjadi pasti di dalam kedaulatan Allah yang sifatnya menyeluruh. Kita lupa bahwa Allah dan hanya Allah yang in control, sehingga dengan sombongnya kita bisa merencanakan sesuatu, meminimalkan risiko pada sesuatu yang tidak pasti (bandingkan Yak. 4:13-16).
Kita pun bahkan bisa salah melihat uncertainty. Sebagai contoh, kita melihat apa yang dikatakan Alkitab dan memandangnya dengan ragu. Allah yang berdaulat menyatakan diri-Nya melalui alam dan melalui Alkitab. Dalam hal ini, seharusnya kita tidak ragu untuk percaya apa yang dikatakan Alkitab adalah benar, tetapi bukankah sering kali kita, manusia, tidak bertindak demikian? Alkitab mengatakan hidup manusia seperti uap (Mzm. 144:4). Sebagai jawaban kepada Alkitab manusia sering berespons, “masa sih? Buktinya saya masih muda.” Alkitab berkata Allah melihat dan kita tidak bisa kabur dari Allah, tetapi kita masih berani untuk berdosa. Alkitab berkata bahwa hidup kita adalah hidup yang harus dipersembahkan kepada Allah, kita berespons dengan menjadikan Allah sebagai pelayan kita. “We do not really believe that the Bible is true, do we?”
Identity Problem
Masalah yang lebih penting dari masalah kepastian dan ketidakpastian adalah masalah identitas. Kita tidak terlalu peduli tentang ke mana air laut akan mengalir, walaupun kemungkinan besar kita sama sekali kita tidak tahu ke mana air akan mengalir. Hal ini karena ke mana air akan mengalir tidak membahayakan kita. Sebaliknya, kita sangat peduli kalau ada rumor bahwa besok akan terjadi kerusuhan di kota kita. Kita peduli karena hal tersebut bisa membahayakan kita. Jadi, ketika kita melihat diri kita sebagai yang terutama, poros dari rotasi dunia, maka sesuatu yang membahayakan akan kita lihat sebagai masalah utama di dalam dunia ini.
Padahal kita tidak seharusnya melihat diri kita sebagai hal yang paling utama. Kita harus ingat bahwa kita adalah ciptaan, dipanggil untuk menyatakan kemuliaan Allah dan menikmati Allah; dan bukan the independent that becomes the center of the earth rotation. Ketika kita memiliki pandangan yang seperti ini, pandangan kita terhadap risiko akan sangat berbeda. Kita akan bergantung kepada janji Allah, sebagai dasar daripada kepastian kita, karena kita yakin bahwa Allah sedang, dan pasti akan memenuhi janji-Nya. Tidak ada risiko yang terlalu besar untuk kita ambil, karena Allah pasti akan menggenapi janji-Nya. Kita akan melihat dosa bukan hanya sebagai ketidakpastian, melainkan sebagai kepastian bahwa hal tersebut akan mendukakan hati Allah. Kita akan berani merisikokan diri kita, jikalau Allah bisa dimuliakan melalui tindakan kita.
Risk Transfer
Di dunia finansial, ada istilah risk transfer, yaitu menggeser risiko yang tidak diinginkan kepada pihak lain yang mau membayarnya. Bank melakukan hal tersebut terus-menerus supaya tidak membahayakan orang yang menaruh uang di bank tersebut. Tindakan membeli asuransi juga adalah tindakan yang mirip, di mana kita menggeser risiko bahwa kita mungkin sakit keras kepada pihak asuransi, dengan cara membayar premi setiap bulannya.
Tetapi, kita lupa bahwa kehilangan kasih Allah adalah hal yang paling mengerikan dan jelas membahayakan kita; dan hal ini pasti terjadi jikalau Kristus tidak menebus kita. Bukan hanya pemindahan risiko yang Allah tawarkan, melainkan kita terlebih diundang untuk menggeser seluruh dosa kita dan penghukuman kita yang pasti terjadi kepada Kristus. Kristus mampu dan sudah membayar seluruh dosa kita tanpa premi, tanpa meminta apa pun dari kita, bahkan tanpa kelayakan kita sama sekali. Kita juga diundang untuk menikmati reward yang tak terhingga banyaknya, bisa memuliakan Allah dan menikmati Allah selamanya, dan bahkan kita dapat mencicipinya sedikit pada kehidupan sekarang.
Will you make that trade? Will you transfer the wrath that Jesus has born for us? Will you admit that you are not in control, but instead God is? Will you give up your life, to know God, and to know Christ that God The Father has sent?
Soli Deo Gloria,
[JA]
1 http://www.weissratings.com/ratings/track-record/insurer-failures.aspx
2 http://www.buletinpillar.org/artikel/a-reflection-on-risk-management

