Refrein

Devotional

Refrein

1 November 2016
"Pada waktu itu Musa bersama-sama dengan orang Israel menyanyikan nyanyian ini bagi TUHAN yang berbunyi: "Baiklah aku menyanyi bagi TUHAN, sebab Ia tinggi luhur, kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut. " - Keluaran 15:1

Perjalanan keluarnya Israel dari Mesir menjadi suatu kisah yang epik dimulai dari pemanggilan Musa, tulah-tulah, sampai kepada Laut Teberau yang terbelah. Apakah tujuan orang Israel keluar dari Mesir? Di dalam kisah 10 tulah, setiap kali sebelum satu tulah dikeluarkan, Tuhan senantiasa mengatakan “Biarlah umat-Ku pergi, supaya mereka beribadah kepada-Ku.” Jelas sekali kalau refrein dari sepuluh tulah bukanlah tulah-tulah itu sendiri melainkan perintah Tuhan agar umat-Nya beribadah! Klimaks perjalanan keluar Israel dari Mesir untuk beribadah adalah di seberang Laut Teberau ini. Ini adalah akhir dari suatu fase hidup sekaligus awal dari suatu fase hidup yang lain, yaitu kehidupan beribadah. Di sinilah pertama kalinya dicatat mereka bernyanyi.

Ibadah tidak melulu bernyanyi, tetapi nyanyian adalah bagian dari ibadah. Dari Keluaran 1-14 sudah ada kata “ibadah”, tetapi di Keluaran 15 baru ada kata “bernyanyi”. Alasan Israel bernyanyi adalah karena TUHAN tinggi luhur. Ini adalah refrein dari lagu itu sebab setelah mereka benyanyi, Miryam memimpin tarian dan nyanyian mengulang-ulang kalimat ini. Sekalipun di sepanjang lagu ada banyak alasan mengapa mereka bernyanyi seperti karena perbuatan-perbuatan Tuhan, dampak-dampak perbuatan-Nya kepada musuh atau bangsa-bangsa lain, tetapi pusat dari semua alasan itu adalah karena TUHAN sendiri. Inilah alasan yang benar mengapa seorang Kristen bernyanyi yaitu karena Tuhan sendiri. Jika kita bernyanyi karena perbuatan-perbuatan Tuhan maka tentu dalam hidup kita akan ada saat-saat di mana kita tidak bisa bernyanyi sebab Tuhan diam. Kita memuji Tuhan karena memang dia patut dipuji. Sayang sekali, pada perjalanan selanjutnya selama 40 tahun di padang gurun, ternyata refrein dari hidup Israel adalah “bersungut-sungut” sehingga akhirnya Tuhan menghukum mereka.

Mari kita renungkan, bukankah hidup kita juga adalah sebuah nyanyian? Pertanyaannya adalah apakah refrein dari hidup kita ini? Tuhan atau sungut-sungut? Seharusnya refrein dari hidup kita adalah dirinya Tuhan. Tuhanlah pusat dari seluruh tindak-tanduk, gerak-gerik, dan keputusan-keputusan kita sehingga kita senantiasa bernyanyi dan memuji-Nya. (AMM)