"Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan? Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." - Yesaya 53:1-5
Don’t judge a book by it’s cover. Kita sering mendengar kalimat itu, tetapi, jujur saja, kita sering tertipu oleh penampakan banyak hal. Banyak barang yang kita beli karena tampak menarik hati kita tetapi akhirnya mengecewakan. Atau sebaliknya, banyak barang yang tampaknya tidak menarik sama sekali tetapi sebenarnya mempunyai nilai yang hampir tak terkira. Alkitab juga menunjukkan hal ini: Ada tunas muda, mungkin kita pikir sejenis rumput liar, yang mau diinjak atau tidak pun tidak kita hiraukan. Memilikinya? Mana mau, memenuhi bawaan kita saja. Demikianlah gambaran Alkitab untuk kondisi Kristus datang ke dalam dunia, sebagai taruk di atas tanah yang kering. Dia seperti begitu ‘rapuh’ dan ‘hancur’. Tetapi Dia Allah, Dia hancur karena kesalahan kita, dan dengan semua luka-Nya kita disembuhkan. Kita lupa buruk-Nya itu adalah pengorbanan untuk kita!
Lagi-lagi, dengan jujur, Alkitab menunjukkan: kita sering kali hanya melihat penampakan di depan mata. Padahal Allah menunjukkan bahwa yang memberi nilai adalah Dia – yang buruk rupa itu – dan kita dengan keinginan kita sendiri menilai segala sesuatunya. Akhirnya kita jatuh, seperti Hawa jatuh melalui penglihatannya. Coba kita renungkan sekali lagi, berapa banyak kita jatuh karena salah menilai? Berapa banyak kita mampu kembali melihat Kristus yang merupakan nilai sesungguh-Nya? In Thy Light shall we see light.

