Mengandalkan Tuhan: Jalan Keluar Terbaik

Devotion

Mengandalkan Tuhan: Jalan Keluar Terbaik

25 August 2025

Di era modern ini, banyak pemuda berusia 18-35 tahun terpengaruh oleh filosofi stoicism yang mendorong mereka untuk mengandalkan diri sendiri dalam menghadapi tantangan hidup. Filsafat Stoicism, yang berasal dari Yunani kuno, menekankan pentingnya mencapai kedamaian batin melalui pengendalian diri, penerimaan akan segala hal yang tidak dapat diubah, dan ketahanan terhadap kesulitan. Filsafat ini menyarankan bahwa kita harus berfokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan sambil menerima keadaan di luar kendali kita.

Sepintas prinsip stoicism terlihat bisa memberikan alat bagi pemuda untuk menghadapi stres dan kesulitan, tetapi terlalu banyak mengandalkan filsafat ini dapat mengakibatkan kesepian dan kebangkitan rasa putus asa. Banyak orang merasa mereka harus menghadapi segala sesuatu sendirian, dan hal ini menjadi beban berat bagi kehidupan mereka. Contohnya, seorang pemuda yang kehilangan pekerjaan mungkin berusaha keras untuk tetap tegar dengan mengatakan pada dirinya sendiri bahwa “itu hanya bagian dari kehidupan” dan “saya bisa mengatasinya sendiri”. Namun, seiring waktu, kekhawatiran, kesepian, dan ketidakpastian dapat menjadi makin menyakitkan dan memberikan dampak buruk bagi mentalitas pemuda tersebut.

Dalam Filipi 4:12, Paulus menuliskan, “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu melimpah; dalam segala hal dan dalam semua keadaan aku telah belajar untuk mencukupkan diri.” Ayat ini menggambarkan pentingnya pembelajaran untuk menerima keadaan; akan tetapi, penting juga untuk mengingat bahwa kekuatan kita sebagai manusia sangatlah terbatas. Ketergantungan kita pada diri sendiri sering kali tidak memadai, bahkan berujung dengan kegagalan.

Contoh lainnya bisa ditemukan dalam hubungan sosial. Pemuda mungkin merasa bahwa mereka harus menunjukkan kekuatan dan kemandirian dalam menghadapi masalah emosional, mendorong mereka untuk mengisolasi diri daripada mencari dukungan teman atau komunitas gereja. Namun kemandirian seperti ini sering kali membuat pribadi yang mencoba bertahan ini justru hancur, bahkan kehilangan semangat hidupnya karena masalah yang sesungguhnya tidak pernah diselesaikan. Bahkan seorang yang sakit dan hanya memakan pain killer, untuk sesaat rasa sakit itu hilang tetapi karena sakit itu dibiarkan tidak diobati, lama kelamaan kondisinya makin parah. Inilah kebahayaan dari stoicism, mengandalkan kekuatan diri yang sebenarnya sudah rapuh dan bisa hancur setiap saat.
Alkitab mengajarkan kita untuk mengakui kerapuhan diri, tetapi menyerahkan segala permasalahan ini kepada Tuhan. Kita diajak untuk mengandalkan Tuhan di dalam segala aspek kehidupan dan perkara yang kita temui di dalam hidup. Hal inilah yang justru akan memuaskan diri kita, karena kita berelasi langsung dengan Sang Pencipta, sumber dari segala keberadaan yang ada di dunia ciptaan ini. Mari kita sadari bahwa kita harus mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia dalam setiap usaha kita. Dengan demikian, kita tidak lagi mengandalkan kekuatan diri yang terbatas, melainkan mengandalkan kuasa-Nya yang tak terbatas. Ketika kita belajar untuk berpegang pada Tuhan, kita akan menemukan bahwa Tuhan adalah jawaban satu-satunya. Dalam setiap kegagalan, ketidakpastian, dan tantangan hidup, Tuhan selalu hadir sebagai sumber penghiburan dan kekuatan sejati. (TH)