Ujian tinggal beberapa hari lagi, tetapi kita belum belajar banyak. Lalu kita coba hitung-hitung dan sepertinya sampai H-1 ujian pun kita tidak akan bisa selesai membaca semua bahan yang ada. Selain itu, kita juga merasa bahan ujian yang sudah dibaca pun kita susah mengerti. Kalau sudah begini, pada akhirnya kita cuma bisa asal menghafal bahan saja. Saat itu, kita biasanya kita akan berpikir, “Ya sudahlah, belajar apa adanya saja, yang penting lulus dan nilai tidak perlu bagus-bagus amat.”
Setelah ujian selesai dan hasilnya keluar, ternyata kita memang lulus, walaupun hasilnya pas-pasan. It works fine! Puji Tuhan! Bukankah hal itu sering terjadi pada kita? Kita sering merasa bahwa “yang penting saya bisa mengerjakan ujian dan mendapatkan hasil yang lumayan. Yang penting pekerjaan saya tidak gagal. Yang penting tidak dipecat dari pekerjaan. Yang penting…”, bukan? Asalkan selama yang kita lakukan masih dapat menopang hidup kita dan kita masih merasa nyaman, atau lebih tepatnya, semua itu tidak membuat masalah pada hidup kita. Yang penting, semua bisa berjalan mulus. Yang penting, “It works fine!”
Inilah semangat pemuda zaman sekarang yang berdosa. Namun, memang kenyataannya it works fine, bukan? Yaa.. it works fine! jika kita hanya mengukurnya berdasarkan standar dan kondisi kita, di mana parameternya adalah apakah akan timbul atau tidaknya masalah bagi kita pribadi! Yang penting diri ini tidak repot, tetapi itu jelas bukanlah yang Tuhan mau. Mari kita bayangkan kalau kita datang kepada Tuhan dengan gaya minimalis seperti ini, lalu kita mempersembahkan usaha dan hasil yang minimal itu kepada Tuhan. Apakah itu namanya kita sedang memuliakan Tuhan?
Lukas 10:27a berkata, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu.” Tuhan menuntut kita untuk memberikan yang terbaik dalam setiap aspek hidup kita, baik dalam hal usaha maupun hasil yang dicapai! Dan yang namanya “terbaik” itu selalu membutuhkan proses, yang sering kali memerlukan waktu yang panjang, melelahkan, dan perlu penyangkalan diri.
Tuhan Yesus bisa saja, ketika datang ke dunia ini, langsung cepat-cepat mati di atas kayu salib, dan menebus dosa manusia. Done! Mission accomplished! Namun, Alkitab tidak menceritakan hal yang demikian. Alkitab menceritakan sebuah proses yang panjang yang Kristus jalani: Dia rela mengalami proses pertumbuhan dari bayi sampai dewasa, rela berpuasa di padang gurun, rela melayani orang-orang yang membalas Dia dengan hinaan maupun siksaan, hingga Dia mati di kayu salib.
Proses yang sulit itu berani Dia lalui dan pada akhirnya, Tuhan Yesus memang mempersembahkan yang terbaik dari hidup-Nya untuk Allah Bapa. Namun, bukankah “proses” yang disinggung di atas sudah menjadi hal yang langka di zaman sekarang? Bahkan, kita pun sebagai pemuda Kristen sering kali hanya menginginkan proses yang instan dan berpikir “yang penting it works fine”.
Ketika Tuhan memberikan kita talenta, berapa banyak yang sudah kita kembangkan? Berapa banyak talenta, yang karena kemalasan kita, yang sudah kita kuburkan? Mari kita sebagai pemuda Kristen meresponi anugerah yang Tuhan sudah berikan dengan benar. Marilah kita, dengan hati yang takut dan gentar, rela dididik oleh Tuhan untuk selalu memberikan yang terbaik di dalam usaha dan pencapaian kita. (IT)

