Haruskah Yesus Jadi Manusia?

Christian Life

Haruskah Yesus Jadi Manusia?

26 December 2016

Siapa sih yang gak ngerayain hari Natal? 25 Desember adalah hari yang sangat spesial dan diingat oleh hampir seluruh umat manusia di muka bumi ini! Pada hari Natal-lah Yesus Kristus telah lahir sebagai seorang bayi di Betlehem. Dialah yang akan menjadi Sumber Pengharapan, seorang Juru Selamat yang menebus manusia berdosa supaya boleh mendapatkan hidup kekal. Siapa sih yang gak tau ceritanya?

Tetapi, mengapa Yesus harus lahir menjadi manusia? Apakah Yesus harus jadi manusia? Tidak ada cara lainkah? Ya! Yesus harus berinkarnasi menjadi manusia! Mengapa? Karena Dia harus mati! Jika Yesus tidak pernah menjadi manusia, Yesus tidak akan mungkin mati. Penulis Kitab Ibrani menjelaskan hal ini dengan saksama. Mari kita teliti Ibrani 2:14-15:

Karena anak-anak itu [kita semua] adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.

Pertama, penulis Ibrani menekankan status manusia, yakni bahwa kita semua berada dalam perhambaan maut. Sepanjang sejarah, banyak cerita dan legenda mengenai usaha manusia untuk tidak mati dan memperoleh hidup kekal. Qin Shi Huangdi, kaisar pertama Tiongkok, mengutus seorang alkimia untuk mencari ramuan kehidupan (elixir of life) supaya dia bisa hidup abadi. Di sejarah kerajaan Sumeria, seorang pahlawan bernama Gilgamesh mencari sebuah tanaman yang dapat memberikan hidup kekal kepadanya, tetapi sayangnya tanaman tersebut dicuri seekor ular sebelum dipakai oleh Gilgamesh. Terlebih lagi, zaman modern pun penuh dengan perkembangan obat-obatan yang berupaya untuk memperlambat proses penuaan manusia. Mengapa manusia berusaha hidup kekal? Karena kita sadar bahwa kita semuanya harus mati dan ketakutan akan hal ini menguasai kita.

Kedua, penulis Ibrani menekankan bahwa Yesus harus mati sehingga “oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut.” Kematian Yesus di atas kayu salib bukanlah tanda kekalahan yang menyedihkan. Kematian-Nya merupakan suatu kemenangan karena Yesus tidak dibelenggu oleh kuasa maut. Dia bangkit dan membuktikan bahwa Dia lebih berkuasa daripada maut. John Owen, seorang Puritan dari Inggris, menyatakan bahwa maut mati di dalam kematian Yesus Kristus. Dalam bahasa Inggris, “the death of the Death in the death of Christ.”

Ketiga, mengapa Tuhan melakukan semua hal ini? Penulis Ibrani menjelaskan bahwa semua ini terjadi supaya Tuhan dapat membebaskan kita dari genggaman maut melalui Dia yang telah menang dan bahkan mematikan kuasa maut.

Dengan demikian, tidak mungkin Yesus mati jika Dia tidak pernah lahir sebagai manusia. Inkarnasi Yesus Kristus merupakan satu lambang kasih Tuhan yang begitu besar yang dicurahkan kepada manusia. Imanuel, Tuhan beserta kita.

Kiranya kita boleh mengambil waktu pada Natal tahun ini untuk merenungkan cinta Tuhan yang begitu besar, yang membawa Yesus dari surga ke dunia supaya Dia mati, bangkit, dan membebaskan kita dari kuasa kematian yang membelenggu kita. (EYST)