Dosa tidak berhenti sebagai peristiwa saja, tetapi justru menjadi perusak yang berkelanjutan dalam diri orang berdosa dan pengganggu segenap tatanan kosmis. Dosa menghancurkan hubungan-hubungan, baik secara pribadi maupun kosmis. Dosa menghancurkan hubungan manusia dengan alam, manusia dengan manusia, terlebih lagi manusia sebagai Pemelihara Perjanjian dengan Allah Sang Pencipta yang berjanji. Dalam suatu pengertian yang lebih dalam, dosa juga menghancurkan hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu dosa membuat hidup harmonis mustahil. Tetapi yang paling dalam dan fatal adalah rusaknya hubungan manusia dengan Allah.
Dari hak istimewa mula-mula yang kita miliki, kita diciptakan lebih tinggi dari alam, dan alam diciptakan untuk manusia. Ini berarti manusia hendaknya mengagumi, menikmati, mengatur, memelihara, dan menafsirkan alam dalam menjalankan fungsi kenabiannya. Tetapi dosa telah mengubah manusia menjadi penyalah guna, musuh, dan bahkan penghancur alam. Menyelidiki alam dan menemukan kebenaran Allah yang tersembunyi di dalamnya adalah dasar ilmu pengetahuan, namun sejak timbulnya dosa, ilmu pengetahuan gagal berfungsi sebagai alat untuk memuliakan Allah dan mungkin sebaliknya digunakan sebagai alat setan untuk menghancurkan alam dan manusia.
Sebagai akibat rusaknya hubungan antar manusia, manusia kehilangan potensi untuk merefleksikan kasih dari Allah Tritunggal, yang adalah model bagi komunitas manusia. Saling menghargai atau menghormati, saling percaya, saling melengkapi dalam komunitas kita kini tidak mungkin lagi. Sebaliknya, kita melihat pemutlakan “diri” setiap individu untuk menolak orang lain dengan hidup berpusat pada diri sendiri yang menyebabkan ketegangan dan kebencian tiada akhir dalam komunitas kita dan bahkan dalam hubungan internasional.
Sebagai akibat dari hancurnya hubungan antara manusia dan diri sendiri, manusia menjadi musuhnya sendiri. Ia kehilangan semua kedamaian rohani, keamanan kekal, dan keyakinan akan arti hidup. Akibatnya, keberadaan manusia menjadi pulau yang terisolasi dalam alam semesta, keberadaan manusia-manusia lain malah menjadi neraka yang mengancam kita, dan kenihilan seolah-olah adalah sesuatu yang ada untuk menelan keberadaan kita ke dalam kenihilan. Semua ini terefleksi dalam eksistensialisme atheistik modern.
Namun, kerusakan hubungan yang paling serius adalah putusnya hubungan antara manusia dan Allah, yang adalah penyebab kerusakan hubungan-hubungan yang lain. Ketika manusia terpisah dari Allah, dapat dikatakan dengan pasti bahwa tidak akan ada lagi relasi lain yang dapat dipulihkan. Keterpisahan ini menutup semua kemungkinan kedamaian pribadi dalam roh kita dan kedamaian universal di bumi. Keseluruhan abad ke-20 adalah ladang terapan dari ideologi-ideologi abad ke-19; dan kita lihat bahwa tidak ada pengharapan sejati bagi masa depan kita, juga sekarang dalam dekade akhir dari abad ke-20. Kita masih menghadapi kemungkinan yang tidak jelas dari masa depan kita. Tidakkah kini waktu yang tepat, lebih dari waktu-waktu lain, untuk berpikir ulang dengan mendalam dan mengevaluasi ulang dengan penuh perenungan, segala kekurangan dari ideologi-ideologi yang muncul dari humanisme anthroposentris?
Alkitab mengatakan bahwa Allah adalah Kasih, Allah adalah Hidup, Allah adalah Terang, Allah adalah Kebenaran. Ia juga Allah dari Keadilan dan Kesucian. Lingkungan seperti apakah yang kita miliki jika kita terpisah dari Allah yang sedemikian seperti yang dinyatakan dalam Kristus? Hanya ada satu kemungkinan yang tersedia bagi kita, yaitu kebencian, kematian, kegelapan, penipuan, ketidakadilan, dan kerusakan-kerusakan. Inilah tepatnya yang kita lihat pada zaman ini. Tidakkah kita harus mengakui bahwa ada kesenjangan yang luar biasa besar antara mandat budaya Allah kepada manusia dan pencapaian budaya manusia? Itulah akibat dan dampak dari dosa.
Disadur dari Khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong, tahun 1989 pada acara Laussane Congress di Manila

